LINGKARPENA.ID I Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan memberikan pendapat akhir mini terhadap rancangan undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (26/09/2023).
Dalam sambutannya Heri Gunawan mengatakan bahwa pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan tugas konstitusional pemerintah adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
“Selain itu, juga memerintahkan terbentuknya pemerintahan yang demokratis, desentralistis, bersih dari praktek KKN, serta yang mampu menyelenggarakan pelayanan publik secara adil,” kata Anggota DPR RI Komisi II, Heri Gunawan.
Dengan begitu sambung Politisi besutan Prabowo Subianto ini, penyelenggaraan pemerintahan yang baik, salah satunya dapat diwujudkan dengan membentuk suatu tatanan hukum yang mengatur mengenai aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, tanpa diskriminasi, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Hal tersebut sejalan dengan tuntutan untuk mempercepat pelaksanaan transformasi ASN untuk mewujudkan ASN dengan hasil kerja tinggi dan perilaku yang berorientasi pelayanan, serta mampu beradaptasi terhadap perubahan dunia global khususnya perkembangan teknologi yang berpengaruh terhadap pelayanan publik baik secara subtansi maupun secara administratif,” ungkapnya.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, lanjut Hergun sapaan akrab, dianggap masih belum mampu menjawab semua permasalahan kepegawaian yang menjadi warisan masa lalu, antara lain terkait tenaga honorer/pegawai tidak tetap yang jumlahnya mencapai 2,3 juta orang, yang selama ini telah mengabdi kepada pemerintah namun tidak kunjung jelas nasib dan status kepegawaiannya.
Berdasarkan pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis sebagaimana disebutkan di atas, kami berpandangan perlunya membentuk Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara yang baru, Kami Hormati Fraksi Partai Gerindra DPR RI sejak awal memberikan perhatian yang besar terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara. Oleh karena itu, perkenankanlah kami menyampaikan beberapa catatan dan pandangan diantaranya.
Pembentukan Undang-Undang tentang ASN salah satunya dalam rangka untuk mengatasi dan memberi solusi terhadap keberadaan tenaga honorer, untuk itu kami berpandangan dalam konsideran Mengingat perlu memasukkan Pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 28D Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sehingga tidak ada perlakuan yang diskriminatif terhadap ASN yang berstatus sebagai PNS maupun PPPK sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 5.
Terhadap pengaturan PPPK yang dapat bekerja paruh sebagaimana diatur dalam Pasal 6, diharapkan tidak mengurangi kesejahteraan, kebutuhan sehari-hari dan rasa keadilan terhadap PPPK untuk hidup layak dan terhormat.
Terkait pengaturan mengenai jabatan manajerial yang diutamakan diisi oleh ASN yang berstatus PNS dibanding PPPK sebagaimana diatur dalam Pasal 34, kami berpandangan hal tersebut menunjukkan masih adanya perlakuan yang diskriminatif serta kontradiktif dengan pengaturan mengenai Manajemen ASN yang diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit sebagaimana diatur dalam Pasal 27.
Dengan dihapusnya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dalam Rancangan Undang-undang ASN, maka Pemerintah harus memastikan pengawasan ASN dengan sistem merit dapat berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami berharap penataan pegawai non-ASN, tenaga honorer, atau nama lainnya wajib diselesaikan paling lambat Desember 2024 mendatang, sebagaimana diatur dalam Pasal 67,” tegasnya.
Terkait pembentukan aturan turunan yang bersifat strategis dan berdampak luas, kami perpandangan perlu dikonsulitasikan/mendapatkan persetujuan DPR terlebih dahulu. Hal tersebut untuk memastikan bahwa substansi dalam aturan turunan tersebut sejalan dengan semangat UU ini.
Selain itu tambah Hergun, pengaturan mengenai adanya konsultasi/persetujuan DPR dalam pembentukan aturan turunan sudah diakomodir dalam pembentukan beberapa UU sebelumnya, antara lain UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).” pungkasnya.
Pada momen tersebut, turit hadir Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Dalam Negeri RI dan Pimpinan Komite I DPD RI.