Lingkarpena.id, SUKABUMI – Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Sukabumi Rojak Daud menyayangkan pemasangan plang larangan aktivitas warga di wilayah perkebunan. Ia menilai tindakan itu merupakan bentuk penggusuran dan intimidasi psikologis dari perusahaan kepada petani.
Menurutnya, perampasan ruang lingkungan hidup sering terjadi di pedesaan, terlebih di kawasan perkebunan. Hal ini bisa memicu konflik agraria yang sering menimpa para petani di desa. Di mana lahan yang seharusnya menjadi kehidupan justru menjadi komoditas.
“Maka kami mengutuk keras apa yang dilakukan oleh PT. MAP di Kecamatan Sagaranten untuk melarang segala aktivitas rakyat dalam mencari penghidupan di kawasan perkebunan,” tandasnya kepada Lingkarpena.id.
BACA JUGA: 172 Hektar Lahan di Desa Tegalbuleud Tidak Produktif
Larangan yang dipasang oleh perusahaan tersebut, kata Rojak adalah bentuk intimidasi sepihak dan mengabaikan nasib serta hak hidup masyarakat lokal. Sebab, ketika mengambil rumput saja dilarang ini pelanggaran hak asasi petani. Secara etika pun bertentangan dengan kearifan lokal karena mengambil rumput itu kebiasaan untuk makan ternak.
“Mengambil rumput untuk makanan ternak saja sudah dilarang, apalagi untuk kehidupan orang per orang di kawasan perusahaan, kalau seperti ini apa fungsi hadirnya perusahaan untuk masyarakat. Kami melihat praktek seperti ini adalah perilaku praktek warisan penjajahan yang masih dipelihara,” keluhnya.
Kondisi seperti ini membentuk stigma perusahaan seakan tidak tersentuh negara. Padahal, kata dia, pemerintah harus serius menyikapi persoalan ini dan harus tegas memberikan hak-hak warga kawasan perkebunan, seperti pemberdayaan masyarakat sekitar.
“Harus dicek kewajiban plasma yang menjadi perusahaan sesuai UU Perkebunan, dilakukan atau tidak? Jangan hak perusahaan saja yang dikedepankan sementara kewajiban diabaikan,” tandas dia.
Reporter : Aris Wanto
Redaktur : Alan