Lingkarpena.id SUKABUMI – Dibukanya ekspor benur atau bayi lobster oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) beberapa waktu lalu, disambut baik eksportir benur di Sukabumi. Namun di sisi lain para eksportir tersebut mengalami kesulitan saat memproses pembuatan izin perseroan terbatas (PT).
Akibat sulitnya pembuatan izin perseroan terbatas yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan Lerikanan (DKP) itu, dampaknya banyak eksportir ilegal yang beroperasi sehingga terjadi persaingan tidak sehat dengan eksportir resmi.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Nurfallah mengatakan, regulasi izin ekspor benur harus berbentuk perseroan terbatas. Namun masih banyak pengusaha yang mengekspor secara ilegal.
“Hal itu menimbulkan polemik pengusaha benur, baik yang legal maupun ilegal di daerah,” ungkap Nurfallah kepada Lingkarpena.id, Kamis (10/9/2020).
Harga benur yang dipatok PT untuk jenis pasir, kata dia, sekitar Rp10 ribu dan untuk jenis mutiara Rp20 ribu perekor. Sementara oleh pengusaha ilegal lobster dihargai Rp11 ribu untuk jenis pasir serta Rp22 ribu jenis mutiara.
“Karena perbedaan harga tersebut nelayan pasti menjual benur ke eksportir ilegal, karena harganya lebih tinggi. Akibatnya PT tidak bisa bersaing dan tidak dapat mengirim benur ke pembeli,” keluhnya
Padahal di Kabupaten Sukabumi, sambung Nurfallah, terdapat enam perusahan resmi berbentuk PT. Empat di antaranya bangkrut karena rugi masing-masing lebih dari Rp1 miliar. Bahkan dua perusahan yang tersisa disinyalir akan ikut bangkrut.
“Empat perusahan yang bangkrut tersebut yakni PT Aquatik, PT Tania, PT Grafood serta PT BDI. Sementara perusahaan yang disinyalir akan bangkrut yaitu PT Sinar Alam Berlian (SAB) serta PT Indotama,” paparnya.
Masih kata Nurfallah, harga benur saat ini menurun cukup signifikan dibanding ketika benur masih dilarang pemerintah. Padahal pembelinya masih pengusaha yang sama.
“Sebelum dilarang harga benur jenis pasir bisa di hargai Rp60 ribu perekor dan untuk jenis mutiara Rp100 ribu perekor. Kalau sekarangkan cuma Rp10 ribu dan Rp20ribu, penurunannya drastis dan dirasa sangat aneh,” tandasnya.
Reporter : Wafik Hidayat
Redaktur : Garis Nurbogarullah
https://www.instagram.com/p/CE8mzBaljvn/?igshid=oa3emd0fhl3f