LINGKARPENA.ID | Sejumlah massa yang tergabung dalam wadah Dewan Pimpinan Cabang Serikat Petani Indonesia (DPC SPI), bersama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sukabumi Raya melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Pertanahan (Kantah) ATR/BPN Kabupaten Sukabumi, Jalan Suryakencana, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, Jumat (29/092023).
Diketahui massa aksi menutut pihak kantah ATR/BPN agar segera menyelesaikan konflik Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) di empat Kecamatan yang ada di Kabupaten Sukabumi.
Ketua DPC SPI Kabupaten Sukabumi, Rozak Daud mengatakan, ada empat tuntutan terkait LPRA yang sudah menjadi program strategis nasional. Secara nasional itu ada 137, tapi di Sukabumi itu ada empat. Dari empat lokasi itu seharusnya sudah selesai di tahun 2021-2022, namun sampai saat ini belum juga tuntas.
“Keempat lokasi yang sudah menjadi program strategis nasional itu yakni PT. Surya Nusa Nadi Cipta di Kecamatan Caringin dengan luas 320 hektar. PT. Bumiloka di Kecamatan Jampang Tengah dengan luas 1600 hektar, PT. Djaya Perkebunan Sindu Agung di Kecamatan Lengkong dengan luas 1.500 hektar, dan PTPN VIII di Kecamatan Sukabumi dengan luas 1.600 hektar,” kata Rozak kepada Lingkarpena.id di lokasi aksi.
Dengan begitu lanjut dia, kalau untuk kebutuhan petani itu, pihaknya mengikuti standar dasar menurut aturan, berarti minimal 20% dari total luasan. Nah yang jadi masalah itu terkait data petani yang sedang digodok oleh pihak BPN itu ternyata data yang berdasarkan usulan dari perusahaan, bukan data yang dari kepala desa.
“Seperti contoh di Desa Tegalega Kecamatan Lengkong di lokasi PT. Djaya, data versi perusahaan yang masuk di BPN itu 224 petani penggarap, padahal yang tercatat di desa itu 700, seharusnya BPN merujuk ke data desa, bukan ke perusahaan,” bebernya.
Rozak menegaskan, apabila pihak BPN atau pemerintah akan melaksanakan secara regulasi itu seharusnya tidak ada kendala. Terlebih hal ini merupakan program nasional, regulasi sudah ada, tim sudah ada, sehingga tinggal pelaksanaan. Namun persoalannya yang sampai saat ini terjadi yaitu pemerintah tidak serius, untuk menyelesaikan konflik reforma agraria.
“Iya tidak serius aja, sehingga empat lokasi di Sukabumi ini satupun tidak selesai. Sebenarnya juga kalau BPN atau pemerintah mau melaksanakan secara regulasi, itu seharusnya nggak ada kendala, karena ini kan perintah presiden,” ungkapnya.
Ia juga mengaku, aksi yang dilakukan oleh massa aksi itu merupakan peringatan kepada pihak BPN. Kendati demikian, apabila peringatan tidak serius diabaikan, maka pihaknya bersama dengan petani akan melakukan perlawanan.
“Kita akan melakukan aksi lagi, karena ini kan target, seharusnya 2024 itu harus selesai, subjek, objek, dan data nominatifnya seharusnya selesai. Tapi kalau akhir tahun ini tidak tuntas juga dikerjakan oleh BPN, kami bersama masyarakat akan terus menuntut,” pungkasnya.