MIPI Soroti Kelangkaan Migor dalam Perspektif Ilmu Pemerintahan

MIPI menggandeng beberapa narasumber soroti soal kelangkaan sembako yang digelar secara virtual.| Foto: Istimewa

LINGKARPENA.ID – Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menggelar webinar dengan tema “Kelangkaan Sembako dalam Perspektif Ilmu Pemerintahan” secara virtual, Sabtu, (19/3/2022).

Webinar ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi serta Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pakuan Bogor Iman Hilman.

Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) MIPI Baharuddin Thahir mengatakan, tema yang disoroti kali ini sangat menarik karena menyangkut hak hidup orang banyak, menyangkut kehidupan masyarakat dan menyangkut eksistensi pemerintahan dalam menjalankan fungsi-fungsinya.

“Salah satunya fungsi pelayanan yang mesti diberikan kepada masyarakat,” kata Baharuddin.

MIPI, lanjut Baharuddin, menjadi salah satu pihak yang menanti keputusan yang dibuat oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait harga-harga bahan pangan yang saat ini tengah menjadi pembicaraan. Misalnya dalam kasus minyak goreng, menjadi ironi ketika Indonesia dikenal sebagai negara yang menghasilkan kelapa sawit tapi kesulitan minyak.

Baca juga:  UNKRIS Lakukan Penelitian Disabilitas Kota Bekasi, Bang Choi: DPRD Siap Mendorong Skala Prioritas Disabilitas

Ketua YLKI Tulus Abadi memaparkan, dari akhir Desember 2021 hingga Maret 2022 masyarakat seolah menjadi kelinci percobaan. Sebab, pemerintah membuat berbagai kebijakan yang kerap berubah, hingga klimaksnya pemerintah secara ideologis gagal atau menyerah pada mekanisme pasar. Adapun ia memberi contoh yang terjadi pada kasus minyak goreng, banyak pemain “kartel” besar yang memainkan mekanisme pasar tersebut.

“Ini akan menimbulkan banyak masalah dan anomali karena masyarakat ketika ada disparitas harga yang sangat tinggi ya, antara premium dan non-premium selisihnya luar biasa besar. Saya khawatir ini akan terjadi migrasi ya, kelompok konsumen premium akan turun kelas menjadi konsumen minyak goreng curah,” ujarnya.

Baca juga:  Dewan Pers Bersama SMSI dan Konstituennya Kritisi RUU KUHP yang Mangancam Kemerdekaan Pers

Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pakuan Bogor Iman Hilman menambahkan, kelangkaan minyak goreng terjadi karena menurunnya pasokan akibat penurunan suplai Crude Palm Oil (CPO). Penurunan ini disebabkan karena berkurangnya produksi CPO akibat harga pupuk dan faktor cuaca, juga peningkatan harga CPO di pasar internasional sehingga banyak yang diekspor.

Selain itu, kelangkaan minyak goreng diduga karena adanya minyak goreng yang merembes ke industri dan terjadinya penyelundupan ke luar negeri.

“Adanya praktik penimbunan. Kalau kemarin saya dengar berita di TV, di media, di internet, di media sosial banyak sebenarnya polisi sudah menggerebek misalnya penimbunan-penimbunan. Ada yang di Medan, di Aceh, di lokasi lain. Tapi sampai sekarang berita penindakannya belum kedengaran,” ujar dia.

Baca juga:  Jelang Tahun Baru 2025 Harga Bapokting di Kabupaten Sukabumi Naik, Telor dan Cabai Merah Mendominasi

Ia juga memaparkan terkait beberapa faktor penyebab tidak efektifnya kebijakan yang berkaitan dengan minyak goreng. Jelasnya, kegagalan pasar mengacu pada kondisi mekanisme pasar yang tidak bekerja sehingga menciptakan ketidakefisienan di pasar. Salah satu penyebab kegagalan pasar, yakni adanya pasar monopoli atau oligopoli. Kekuatan oligopoli memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga.

Apalagi, kata dia, minyak goreng termasuk barang yang tidak diatur tata niaga dan harganya. Dalam kondisi seperti ini, akan sulit menerapkan kebijakan pengaturan karena sulitnya pengawasan di lapangan. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) tidak efektif pada komoditas yang memiliki rantai tata niaga yang panjang.(***)

Pos terkait