LINGKARPENA.ID | Puluhan rumah warga yang berderet di sepanjang jalur Jalan Kiara dua sampai Pasirpiring diduga tidak memiliki ijin atau hak hunian dari pihak Perum Perhutani.
Hal tersebut merupakan sala satu pembiaran pihak Kepala Resort Pemangku Hutan (KRPH) Hanjuang Barat, Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Lengkong, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Sukabumi.
Perum Perhutani adalah sala satu perusahaan Negara yang bergerak di bidang lahan kayu, meskipun kewenangan dan pengolahan ada di pihak Perhutani akan tetapi ada batas dan kewenangan, dan itu di awasi Negara sala satunya terkait pembiaran lahan.
Surat Keputusan Bersama dewan pengawas dan Direksi Perum Perhutani No.05/DWAS-PHT/2023 dan No.161/KPTS/DIR/11/2023 tentang Board Manual Perum Perhutani.
Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER-01/MBU/2011 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/2012 tentang Penetapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara.
Jadi jelas semua di atur oleh Negara jika ada pembiaran maka pihak terkait harus turun menindaklanjuti regulasi yang seharusnya di cegah bukan dibiarkan.
Jojon Kepala Resort Pemangku Hutan (KRPH) Hanjuang Barat membenarkan terkait rumah hunian tampa ijin di sepanjang Jalan Kiara dua sampai Pasirpiring itu. Akan tetapi beliau sudah memberikan surat pernyataan kepada pengguna lahan dalam bentuk perjanjian.
Diketahui dalam isi surat perjanjian tetsebut, bilamana lahan itu, yang di gunakan warga di butuhkan oleh pihak perum Perhutani maka akan di kosongkan dan mereka siap pindah dari lahan tersebut.
Akan tetapi menurut keterangan warga yang menggunakan lahan tersebut menjelaskan, “Kami sudah bayar sewa kepada salah seorang petugas perum perhutani, bahkan satu tahun sekali kita di pungut”.
Sebut saja Pirman warga asal Kecamatan Ciracap yang bermukim di area lahan Perhutani, bahkan dia mengaku setiap tahun bayar sewa lahan tapi tidak memakai kwitansi katanya.