LINGKARPENA.ID | Hujan deras yang mengguyur Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat sejak Selasa, Rabu (3-4/12) menyebabkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang dan tanah longsor di 39 kecamatan dan 186 desa.
Dari hasil evaluasi petugas penanggulangan gabungan, bencana hidrometeorologi didominasi oleh tanah longsor. Namun, dampak terparah ditimbulkan dari bencana banjir.
Data per Kamis (12/12), bencana tanah longsor terjadi di 329 titik, banjir 282 titik, angin kencang 34 titik dan pergeseran tanah 670 titik. Jumlah korban terdampak sebanyak 8.830 kepala keluarga, terdiri dari 20.722 jiwa, dan korban meninggal 10 jiwa.
Sementara untuk korban mengungsi sesuai data yang diterima ada sebanyak 4.653 KK/13.449 jiwa, serta korban terancam 620 KK/1.655 jiwa.
Menyikapi kondisi itu, Direktur Pusat Kajian Pemberdayaan Masyarakat (PKPM) Jawa Barat Selatan, Ir. Zenny Zainal Alamsyah menjelaskan, bencana di Sukabumi khususnya di Pajampangan ini disebabkan oleh berbagai faktor.
Salah satunya adalah perubahan penggunaan lahan di kawasan pegunungan. Perubahan tersebut tidak terjadi secara mendadak, melainkan melalui proses panjang yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.
“Salah satu faktor penyebab bencana kemarin karena kerusakan lingkungan sehingga memicu bencana. Sejatinya hutan sebagai penyimpan air di musim hujan dan penyedia air di musim kemarau tak lagi berfungsi, akibat adanya alih fungsi hutan dari hutan lindung menjadi hutan produksi,” ungkap Zenny.
Lantas, kata dia lagi, hutan di Selatan Sukabumi, yakni hutan Pasirpiring dan hutan Hanjuang di kawasan Mataram saat ini kondisinya rusak parah. Kerusakan tersebut akibat adanya alih fungsi hutan dari hutan lindung menjadi hutan produksi. Dan kondisi itu diperparah oleh adanya aktivitas penambangan liar.
“Hari ini perlu ada kebijakan pemerintah untuk mengalihfungsikan kembali Hutan Pasir Piring dan Hutan Hanjuang. Apabila inii dibiarkan terus menerus kita tinggal menunggu bencana yang datang dari tahun ke tahun, dan mungkin akan lebih parah lagi, menelan korban jiwa lebih banyak dan menghabiskan harta benda masyarakat, serta merusak infastruktur yang ada,” tegas Zenny.
Sebagai warga Pajampangan dan sebagai akademisi serta pegiat lingkungan Zenny berharap pemerintah baik Pemkab Sukabumi, pemerintah provinsi Jawa Barat, maupun pemerintah pusat mengkaji dan memperhatikan serta merealisasikan aspirasi warga Pajampangan terkait alih fungsi hutan.
“Saya berharapak Gubernur Jabar terpilih, Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang sangat peduli lingkungan, ketika dilantik pengembalian alih fungsi hutan Pasirpiring dan Cihanjuang menjadi prioritas utama. Karena masyarakat Pajampangan mayoritas hidup Dati sektor pertanian,” tandas Zenny.
Sebagai direktur Pusat Kajian Pemberdayaan Masyarakat (PKPM) Jawa Barat Selatan, Zenny telah berkirim surat kepada pihak pihak terkait, yakni Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Kehutanan, Gubernur Jawa Barat, Perum Perhutani Wilayah 3 Jawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi, memohon supaya Hutan Pasirpiring dan Hutan Cihanjuang kembali dialihfungsikan sebagai hutan lindung.