Viral Indonesia Raya Sebelum Shalat Tarawih, Berikut Tanggapan Panglima Santri Jabar

Panglima Santri Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum sekaligus Wakil Gubernur Jawa Barat, menyayangkan pembawaan lagu Indonesia Raya dikumandangkan jelang Shalat Tarawih.| Foto: Istimewa

LINGKARPENA.ID – Viral video berdurasi 2 menit 7 detik di media sosial, menampilkan jemaah masjid berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya. Jemaah menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia itu dipimpin seorang pria mengenakan baju Koko berwarna putih sebelum melaksanakan ibadah shalat tarawih.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar), yang juga Panglima Santri Jabar, Uu Ruzhanul Ulum, menyebut, menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum melaksanakan ibadah Shalat Tarawih dirasa kurang pas.

Diketahui, Shalat Tarawih adalah ibadah mahdhah, yakni ibadah secara vertikal langsung kepada Alloh SWT, yang aktivitas atau perbuatannya sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Dengan kata lain, terdapat syarat atau adab baku yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan ibadah solat. Belum lagi, ibadah solat sudah selayaknya dilaksanakan secara khusyuk dan khidmat.

Maka tanpa maksud mengurangi rasa hormat terhadap lagu kebangsaan Indonesia Raya, Wagub Jabar menganggap aktivitas tersebut kurang pas dilakukan.

“Kami menyesalkan kejadian menyanyikan Indonesia Raya sebelum pelaksanan shalat tarawih itu. Kalau masalah dosa saya tidak bisa menyimpulkan berdosa atu tidaknya, tetapi takut ‘Ihanah,’ artinya penghinaan terhadap ibadah mahdah, karena konteks dari pada shalat tarawih adalah ibadah mahdhah,” kata Kang Uu, sapaan karibnya.

Baca juga:  Peringatan Nuzulul Qur'an Tingkat Kab Sukabumi dan Sederet Kegiatannya

“Berbeda dengan sebelum shalat tarawih ada kultum (kuliah tujuh menit), sekalipun itu kultum tidak diwajibkan, karena itu hanya memanfaatkan berkumpulnya orang kemudian memberikan pemahaman terhadap keagamaan, tapi itu Sah,” sambung Dia.

Maka disaat pelaksanaan ibadah mahdhah kemudian ada kegiatan- kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan ibadah mahdhah tersebut, menurut Kang Uu tidak elok.

“Tapi bukan berati kami tidak menghargai dan menghormati lagi Indonesia raya sebagai lagu wajib dan kebangsaan setiap orang, pasti sudah sepakat dengan hal itu. Cuma salah penempatannya (Muqtadhal Maqam) menyanyikan lagu tersebut yang menurut kami tidak pas dalam suasana khidmat shalat tarawih,” tutur Panglima Santri.

Beda dengan kegiatan tabligh Akbar, atau Peringatan Hadi Besar Islam (PHBI), misalnya Nuzulul Qur’an, Isra Mi’raj, atau peringatan lainnya, bisa saja dinyanyikan lagu kebangsaan sebagai bentuk ibadah Ghair mahdhah (ibadah umum). Apabila sepeti itu, maka masih dalam konteks kewajaran.

Baca juga:  BJI Sukabumi: Islah Guru vs Kades Terkesan Dipaksakan

“Itu juga bisa disebut nilai ibadah ghair mahdhah, berbeda dengan tarawih itu ibadah mahdhah yang harusnya penuh kekhusyukan, bukan kita tidak nasionlis dan menghargai. Tetapi saya sebagai umat muslim merasa kurang pas, (sekali lagi) takut ada ‘Ihanah’ terhadap ibadah mahdhah tersebut,” tuturnya.

Kang Uu menjelaskan, melantunkan nyanyi- nyanyian di masjid hukumnya mubah. Dengan kata lain bisa saja dilakukan sepanjang tidak menggunakan ‘alatu-lahwi’ atau alat musik yang dilarang dalam Islam. Kemudian isi dari nyanyian tersebut puji- pujian terhadap Allah SWT, Solawat kepada nabi dan membangkitkan ghairah keimanan dan ketakwaan serta ke- Islaman.

Pun begitu lagu Kebangsaan, bisa saja, namun untuk dinyanyikan sebelum melaksanakan ibadah shalat, dirasa kurang cocok.

Kedepan, Panglima Santri Jabar ini berharap ada tindakan dari tokoh agama setempat, guna mengingatkan jemaah agar tidak melakukan kegiatan diluar norma dan adab di masjid.

Baca juga:  Yasti Tawarkan Bantuan untuk Melanjutkan Sekolah Salma Penjual Gorengan

“Harapan kami ada tindakan dari tokoh agama dan ulama setempat memberikan pengertian dan pemahaman tentang agama, takut terulang,” katanya.

“Nah makanya saya berharap pemahaman tentang agama ini tidak sepotong- sepotong, tidak setengah- setengah, kami khawatir niatnya baik untuk meningkatkan nasionalisme dan kebersamaan tapi areanya tidak sesuai dengan norma agama. Justru ‘Ihanah’ semacam pelecehan terhadap ibadah rutinitas di bulan suci ramadhan ini,” katanya.

Lanjut Kang Uu yang juga Mukhtasar Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jabar, lanjut mendorong hadirnya rambu- rambu terkait kegiatan di masjid. Agar kedepan ada pedoman yang jelas kegiatan apa saja yang boleh dan dilarang dilakukan di masjid.

“Nah, harapan kami DMI harus memberikan rambu- rambu, mulai dari sekarang tentang hal yang melanggar etika disaat ibadah mahdhah,” pungkasnya.**

Pos terkait