Lingkarpena.id, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah mengeluarkan aturan penggunaan sertifikat tanah elektronik. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Dalam sertifikat tanah elektronik nantinya akan menggunakan hash code, QR code, single identity, serta akan dijelaskan ketentuan penggunaan sertifikat elektronik dari kewajiban dan larangannya, menggunakan tanda tangan elektronik serta bentuk dokumen yang elektronik.
Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang menjelaskan, implementasi dari aturan tersebut nantinya penerbitan sertifikat elektronik dapat dilaksanakan melalui pendaftaran tanah pertama kali atau tanah yang belum terdaftar.
BACA JUGA: Belum Miliki Data Tanah, Ini Alasan Pemdes Wanajaya!
Atau untuk penggantian sertifikat analog menjadi sertifikat elektronik untuk tanah yang sudah terdaftar seperti secara suka rela datang ke kantor pertahanan atau jual beli, dan sebagainya.
“Tidak ada penarikan sertifikat analog oleh kepala kantor. Jadi, saat masyarakat ingin mengganti sertifikat analog ke elektronik atau terjadi peralihan hak, atau pemeliharaan data maka sertifikat analognya ditarik oleh kepala kantor digantikan oleh sertifikat elektronik,” jelas Dwi Purnama dalam siaran persnya, dikutip Sabtu (20/2/2021).
Alasan diluncurkannya sertifikat elektronik, kata Dwi untuk mempermudah pendaftaran tanah, kepastian hukum dan perlindungan hukum. Sekaligus untuk mengurangi jumlah sengketa, konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan dan menaikan nilai registering property dalam rangka memperbaiki peringkat Ease of Doing Business (EoDB).
BACA JUGA: SPI Kecam Perusahaan yang Melarang Warga Beraktivitas di Perkebunan
Dalam hal penyelenggaraannya, Dwi menyatakan nantinya Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik dan PMNA Nomor 3 Tahun 1997 akan berlaku secara berdampingan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah.
Hal tersebut, kata Dwi dikarenakan beberapa hal yakni pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia belum seluruhnya terdaftar. Sehingga data fisik dan data yuridis tanah untuk setiap bidang tanah belum seluruhnya tersedia.
“Pemberlakuannya juga akan secara bertahap mengingat banyaknya bidang tanah yang ada di Indonesia, kemudian sesuai dengan kondisi geografis yang sangat beragam dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang majemuk,” tuturnya. (bbs)
Redaktur : Surya Adam