LINGKARPENA.ID | Mediasi konflik lahan Ujung Genteng antara warga masyarakat dengan institusi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara kembali mencuat. Sebelumnya, pada tahun 2017 kausus klaim mengklaim sempat terjadi.
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah daerah dilakukan agar permasalahan itu bisa kembali mereda. Kali ini audiensi kembali dilakukan oleh pemerintah daerah dengan dihadiri oleh Komandan Lanud Atang Sendjaja Bogor, Marsekal Pertama (Marsma) TNI M. Taufiq Arasj dan Bupati Sukabumi Marwan Hamami yang difasilitasi oleh BPN Kabupaten Sukabumi.
Kepala Kantor ATR-BPN Kabupaten Sukabumi Agus Sutrisno saat ditemui sejumlah wartawan usai mediasi di Pendopo Sukabumi mengatakan, pihaknya sudah melakukan pembahasan penyelesaian konflik yang terjadi di Ujung Genteng antara TNI-AU dan masyarakat, melalui audiensi.
“Kami memberikan masukan sesuai tupoksi. Ya kita bahas dari mulai status tanahnya, kemudian juga permasalahan yang terjadi dilapangan. Adapun terhadap langkah dan upaya sebenarnya kami sudah menempuh berbagai upaya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di ujung genteng ini,” ujar Agus di Pendopo Sukabumi, belum lama ini.
“Konflik antara TNI-AU dan masyarakat ini terakhir saya sudah mediasikan para pihak. Dan mediasi juga melibatkan pihak OPD terkait,” sambung Kepala BPN.
Kata Agus, dalam mediasi tadi juga di sampaikan, pihak (ATR BPN) menawarkan tiga opsi untuk penyelesaian konflik yang ada di ujung genteng. Opsi tersebut diantaranya;
“Pertama, kita terbitkan sertifikat atas nama TNI-AU. Opsi kedua, kita berikan kepada TNI AU untuk melepaskan langsung haknya kepada masyarakat. Opsi ketiga, kami tawarkan yaitu kita berikan hak pengelolaan kepada TNI-AU lalu di atasnya bisa kita berikan HGB atau hak pakai atas nama Pemerintah Daerah, atau atas nama masyarakat. Nah itu opsi yang kami tawarkan,” jelasnya.
Lanjut Kepala Kantor BPN Kabupaten Sukabumi ini menambahkan, dari ketiga opsi yang lemparkan dalam audiensi tadi banyak yang sepakat. Dirinya melihat ada kemungkin besar yang akan ditempuh adalah opsi ketiga.
“Pilihan ini tentunya tidak akan merugikan pihak TNI AU, karena sudah tercatat sebagai aset TNI-AU. Selanjutnya masyarakat juga kita berikan haknya, karena mereka juga sudah menguasai di lokasi itu sudah lama ,jadi kita berikan HGB di atas hak pengelolaannya,” pungkasnya.