Lingkarpena.id, JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS Drh. Slamet memberikan jawaban pada Audiensi Research Center for Climate Change – Universitas Indonesia (RCCC–UI) pekan lalu secara virtual di Jakarta.
Dalam audiensinya di RCCC-UI Drh. Slamet menceritakan, bahwa RCCC-UI menekankan pentingnya luas kawasan hutan menjadi salah satu indikator utama dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) yang akan di transfer ke daerah. Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) yang merupakan revisi dari UU 33 tahun 2004 RCCC-UI ingin agar luas kawasan hutan mendapatkan porsi khusus dalam skema transfer daerah tersebut.
“Kita menekankan pentingnya luas kawasan hutan menjadi salah satu indikator utama dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU),” kata drh. Slamet saat dihubungi awak media melalui saluran telepon selulernya.
Menanggapi hal tersebut, Slamet mengungkapkan bahwa menyambut baik ide tersebut karena sejalan dengan platform perjuangan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam menciptakan pembangunan daerah yang berkeadilan. Perlindungan lingkungan berkelanjutan adalah salah satu platform perjuangan partai PKS, dimana perlindungan hutan memiliki bagian penting yang harus dilindungi.
Baca juga: |
DPD PKS Sukabumi Tingkatkan Profesionalitas Kehumasan dengan Menggelar Pelatihan Digital |
“Saya menyambut baik ide tersebut. Karena itu sejalan dengan platform perjuangan Partai keadilan Sejahtera (PKS) dalam menciptakan pembangunan daerah yang berkeadilan,” ungkapnya.
Sejak pembahasan RUU Cipta kerja dituturkan, bahwa pihaknya terus mendorong agar luas kawasan hutan tidak mengalami pengurangan melalui usulan batas minimum luas kawasan hutan yang harus ada di setiap daerah. Selain itu, pihaknya juga menolak segala upaya alih fungsi kawasan hutan meskipun hal tersebut terkait dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dibentuk oleh pemerintah.
“Sejak pembahasan UU Cipta kerja kami menolak segala bentuk pelemahan terhadap perlindungan hutan di Indonesia. Mulai dari penghapusan batas minimum kawasan hutan serta upaya alih fungsi lahan dengan dalih Program Strategsi Nasional (PSN),” tutur Politisi Senayan tersebut.
Pada diskusi tersebut RCCC-UI juga memaparkan beberapa simulasi data terkait luas tutupan hutan kaitannya dengan kebutuhan fiskal daerah. Dari hasil simulasi tersebut mereka menyimpulkan bahwa kebutuhan fiskal meningkat lebih tinggi terutama bagi daerah-daerah dengan tutupan hutan tinggi, dibanding yang tidak selain itu.
Baca juga: |
Ketua DPD RI: Berharap Lahir Bibit Atlit Andalan Tingkat Dunia dari PON Papua |
Semakin luas tutupan hutan daerah kebutuhan fiskal makin tinggi, kemampuan fiskal makin rendah, celah fiskal makin lebar. Hal inilah yang mendasari agar luas kawasan hutan harus menjadi bagian dari perhitungan DAU untuk mendapatkan pembagian keuangan daerah yang berkeadilan.
“Hal yang mendasarinya adalah semakin luas tutupan hutan daerah kebutuhan fiskal makin tinggi, kemampuan fiskal makin rendah, celah fiskal malah semakin lebar,” paparnya.
Ditambahkan olehnya yaitu salah satu yang ditekankan adalah insentif pendanaan konservasi dalam revisi UU No 5 tahun 1990 tentang konservasi yang saat ini sedang dibahas internal di Komisi IV DPR RI. Pihaknya telah memasukkan usulan tambahan pasal dalam RUU Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (KSDAHE) terkait insentif konservasi bagi daerah yang mampu menjaga kawasan hutan dan kawasan konservasi miliknya.
“Pihak kami telah memasukan usulan tambahan pasal dalam RUU Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (KSDAHE). Ya terkait insentif konservasi bagi daerah yang mampu menjaga kawasan hutan dan kawasan konservasi miliknya,” tambahnya.
Reporter: Ram
Redaktur: Akoy Khoerudin