PP 85 Tahun 2021 Dapat Menjepit Nelayan, drh. Slamet: Minta Presiden Jokowi Membatalkan

Lingkarpena.id, JAKARTA – Politisi PKS menolak PP yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo terkait jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta (14/10/2021).

Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS drh Slamet dalam wawancaranya bersama jurnalis menegaskan, menolak Peraturan Pemerintah (PP) yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo nomor 85 tahun 2021 itu. PP terkait mengatur, jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Saya tegaskan menolak PP nomor 85 tahun 2021 yang dikeluarkan presiden. PP itu nyatanya tidak bisa membuat nelayan sejahtera, jangan malah membuat kebijakan yang hanya menambah beban penderitaan rakyat. Saya minta Presiden untuk membatalkan PP tersebut,” tegas drh. Slamet.

Baca juga:  Mendagri akan Tegur Penjabat Kepala Daerah yang Tak Bisa Kendalikan Inflasi

Presiden Joko Widodo resmi mengeluarkan PP nomor 85 tahun 2021 mengenai jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tujuan dikeluarkannya PP ini adalah untuk maksimalisasi potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak di bidang perikanan tangkap yang selama ini kontribusinya dianggap masih sangat kecil.

Baca juga:
Dukung Kemajuan Petani, Drh Slamet: Gandeng Ditjen Tanaman Pangan Gelar Bimtek

Politisi PKS yang menjabat sebagai Anggota Komisi IV DPR RI menuturkan, bahwa menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), nilai produksi perikanan tangkap pada tahun 2020 berada pada kisaran Rp 224 triliun. Sedangkan, 4 tahun sebelumnya masing-masing Rp 219 triliun (2019), Rp 210 triliun (2018), Rp 197 triliun (2017), dan Rp 122 triliun pada (2016). Realisasi PNBP pada tahun-tahun tersebut tidak mencapai 1% dari nilai produksi perikanan pertahunnya.

Baca juga:  LaNyalla Dukung Jatim Jadi Juara Umum PON Papua

“Cukup jelas realisasi PNBP pada tahun- tahun tersebut tidak mencapai 1% dari nilai produksi perikanan pertahunnya,” jelas drh. Slamet.

Secara berturut-turut PNBP perikanan tahun 2020 sebesar Rp 600,4 miliar yang merupakan realisasi PNBP tertinggi sejak tahun 2016. Dengan rincian Rp 521 miliar di 2019, Rp 448 miliar (2018), Rp 491 miliar (2017), dan Rp 357 miliar pada tahun (2016).

Disampaikan drh. Slamet bahwa kebijakan terkait PNBP tersebut mendapatkan respon beragam dari masyarakat khususnya warga nelayan. Para nelayan beranggapan bahwa kebijakan tersebut akan mengerek pungutan yang harus mereka keluarkan. Tidak tanggung-tanggung nilai kenaikannya hingga berkali lipat.

Baca juga:  Komunitas Transit Ujunggenteng, Permudah Sirkulasi Hasil Tangkapan Ikan
Baca juga:
Forkompimda Jatim Dampingi Presiden RI Ground Breaking Pembangunan Smelter PT. Freeport Indonesia

“Para nelayan beranggapan bahwa kebijakan tersebut akan mengerek pungutan yang harus mereka keluarkan. Ya, tidak tanggung-tanggung nilai kenaikannya itu hingga berkali-kali lipat. Ini sangat tidak relevan,” paparnya.

Ditambahkan, pungutan PNBP, KKP perlu lebih berhati-hati dalam penerapannya. Pasalnya kenaikan target PNBP dipastikan akan menekan pendapatan nelayan kecil dan Anak Buah Kapal (ABK) yang bekerja pada kapal-kapal perikanan kecil.

“Saya meminta pemerintah dalam hal ini KKP untuk memperhatikan gejolak terkait penerapan PP 85 ini di lapangan. Karena secara eksplisit kenaikan pungutan PNBP akan mendorong menurunnya pendapatan nelayan kecil dan ABK nantinya,” terangnya.

 

 

 

 

 

Reporter: Ram

Redaktur: Akoy Khoerudin

Pos terkait