LINGKARPENA.ID | Untuk yang keseklian kali terjadi korupsi yang dilakukan oleh pejabat setingkat kementerian di pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Penangkapan Menteri Pertanian non-aktif yang menjadi tersangka memperlihatkan budaya korupsi yang masih terjadi di kalangan pejabat negara.
Budaya korupsi yang terjadi di pemerintahan secara langsung memberikan kerusakan secara sistemik bagi keberlangsungan aktivitas kenegaraan.
Dampak secara tidak langsung menimbulkan kurangnya kesejahteraan kepada rakyat. Karena anggaran untuk kepentingan umum / rakyat yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Hal ini sekaligus menunjukkan buruknya moralitas publik di kalangan pejabat negara.
Dalam jangka panjang, budaya korupsi yang terjadi terus-menerus di kalangan pemerintahan bisa merusak tatanan negara.
Budaya korupsi yang terjadi di kalangan pejabat negara dalam jangka panjang bisa merusakan tatanan negara dan kebangsaan. Dampak lain yang ditumbulkan yaitu menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, sekaligus menyengsarakan atau membuat rakyat tidak sejahtera.
Maka, lembaga KPK, Kepolisian dan Kejaksaan harus duduk bersama dan berkonsolidasi untuk penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.
Dengan adanya tahun politik pada pemilu kali ini sebelum penetapan para calon legislatif dan capres-cawapres, bisa dijadikan momentum preventif dalam tindakan korupsi dengan melakukan komitmen anti-korupsi terhadap semua calon wakil rakyat.
Ke depan perbaikan dan evaluasi secara sistem dalam pemberantasan korupsi harus dilakukan, dan solusi kultural (personal) terhadap penyeleksian calon pejabat pun harus dimulai dengan lembaga aparat penegak hukum terlibat dalam momentum pemilu.
Tentu pelibatan lembaga penegak hukum dalam pemberantasan korupsi pada momentum tahun politik ini dilakukan dengan tanpa pandang bulu, serta berdiri di atas kepentingan umum.
Oleh: Rony Mardyana, Ketua Bidang Riset & Pengembangan Keilmuan
DPD IMM Jawa Barat