LINGKARPENA.ID | Trend lomba adu layangan di Kecamatan Jampang Tengah menjadi pesta rakyat disaat musim kemarau tiba. Terutama bagi para pengerajin layangan mendapat kebajiran job. Bahkan dalam sekali pesanan bisa puluhan hingga ratusan layangan dengan berbaga motif terjual.
Kertas yang digunakan untuk layangan adu, itu layangan yang menggunakan kertas kue wajit yang memiliki berbagai macam warna. Sementara untuk krangka atau arku biasa mengunakan bambu apus atau biasa disebut dikampung (awi tali). Sedangkan untuk harga satu layangan berkisar harga satuan 2 ribu hingga 3 ribu persatu layangan.
Dari satu lembar kertas wajit ukuran standar itu bisa menjadi 4 biji layangan. Namun jika ukuran medium atau agak besar bisa menjadi tiga dan satu sambung layangan.
Bah Iye, (62) salah satu pencinta layangan mengatakan, dulu layangan ini menjadi suatu kebiasaan atau kearipan lokal beradu ketangkasan. Dan ada lebihnya biasa ada ritual pemakaian mantra atau magis untuk mempertahankan kemenangan dengan diiringi tabuhan gendang pencak.
“Ya adu layangan dahulu dengan sekarang berbeda. Untuk pemakaian tempat dulu antar pasir biasa disebut ngepris dengan jarak berkilo meter itu biasa antar kampung atau antar komunitas,” jelas Bah Iye kepada Lingkarpena.id Selasa (12/9/2023).
Dirinya menjelaskan, untuk hadiah sendiri biasanya sesuai dengan kesepakatan. Misal ada Domba Cup bisa juga berbentuk hadiah uang tunai. Dan itu berhitung setiap tim misal 10 orang dengan satu peserta 2 layangan hingga tersisa satu itu yang menjadi pemenang.
“Adu layangan, saya bilang kearifan lokal bukan cuma hobi. Ya soalnya hanya pada musim kemarau saja tidak dimusim hujan,” tuturnya.
Menurut Bah Iye adu layangan di Jampang Tengah sudah menjadi agenda tahunan bisa dibilang ini salah satu kebiasaan orang Jampang bisa juga semua masyarakat di Indonesia.
“Semoga ini bisa menjadi perhatian pemangku kebijakan layangan bisa menjadi festival tahunan yang bisa menjadi ladang ekonomi masyarakat dimasa musim kemarau,” pungkasnya.